1. Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa Qunut itu disunnahkan pada shalat witir yang dilakukan sebelum ruku'.
Sedangkan pada shalat subuh, beliau tidak menganggapnya sebagai sunnah.
Sehingga
bila seorang makmum shalat subuh di belakang imam yang melakukan qunut,
hendaknya dia diam saja dan tidak mengikuti atau mengamini imam. Namun
Abu Yusuf, salah seorang tokoh dari mazhab Al-Hanafiyah mengatakan bahwa
bila imamnya melakukan qunut, maka makmumnya harus mengikutinya, karena
imam itu harus diikuti.
2. Imam Malik
Imam Malik mengatakan bahwa qunut itu merupakan ibadah sunnah pada shalat subuh dan lebih afdhal dilakukan sebelum ruku'.
Meskipun
bila dilakukan sesudahnya tetap dibolehkan. Menurut beliau, melakukan
Qunut secara zhahir dibenci untuk dilakukan kecuali hanya pada shalat
subuh saja. Dan qunut itu dilakukan dengan sirr, yaitu tidak mengeraskan
suara bacaan. Sehingga baik imam maupun makmum melakukannya
masing-masing atau sendiri-sendiri.
Dibolehkan untuk mengangkat tangan saat melakukan qunut.
3. Imam As-Syafi'i ra
Imam As-Syafi'i ra mengatakan bahwa Qunut itu disunnahkan pada shalat
subuh dan dilakukan sesudah ruku' pada rakaat kedua. Imam hendaknya
berqunut dengan lafaz jama' dengan menjaharkan (mengeraskan) suaranya
dengan diamini oleh makmum hingga lafaz (wa qini syarra maa qadhaita).
Setelah itu dibaca secara sirr (tidak dikeraskan) mulai lafaz (Fa innaka
taqdhi ...), dengan alasan bahwa lafaz itu bukan doa tapi pujian
(tsana`).
Disunnahkan pula untuk mengangkat kedua tangan namun tidak disunnahkan
untuk mengusap wajah sesudahnya. Menurut mazhab ini, bila qunut pada
shalat shubuh tidak dilaksanakan, maka hendaknya melakukan sujud sahwi,
termasuk bila menjadi makmum dan imamnya bermazhab Al-Hanafiyah yang
meyakini tidak ada kesunnahan qunut pada shalat subuh. Maka secara
sendiri, makmum melakukan sujud sahwi.
4. Imam Ahmad bin Hanbal
Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa qunut itu merupakan amaliyah
sunnah yang dikerjakan pada shalat witir yaitu dikerjakan setelah ruku.
Sedangkan qunut pada shalat subuh tidak dianggap sunnah oleh beliau.
NB:
Dalil - Dalil :
1. Qunut shubuh disunnahkan secara terus-menerus,
Ini adalah pendapat Imam Malik, Ibnu Abi Laila, Al-Hasan bin Sholih dan Imam Syafi'iy.
2. Qunut shubuh tidak disyariatkan karena qunut itu sudah mansukh (terhapus hukumnya).
Ini pendapat Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsaury dan lain-lainnya dari ulama Kufah.
3. Qunut pada sholat shubuh tidaklah disyariatkan kecuali pada qunut
nazilah maka boleh dilakukan pada sholat shubuh dan pada sholat-sholat
lainnya.
Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Al-Laits bin Sa'd, Yahya bin Yahya Al-Laitsy dan ahli fiqh dari para ulama ahlul hadits.
Dalil Pendapat Pertama
Dalil yang paling kuat yang dipakai oleh para ulama yang menganggap qunut subuh itu sunnah adalah hadits berikut ini :
مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
"Terus-menerus Rasulullah shollallahu 'alaihi wa a lihi wa sallam qunut pada sholat Shubuh sampai beliau meninggalkan dunia".
Dikeluarkan oleh 'Abdurrozzaq dalam Al Mushonnaf 3/110 no.4964, Ahmad
3/162, Ath-Thoh awy dalam Syarah Ma'ani Al Atsar 1/244, Ibnu Syahin
dalam Nasikhul Hadits Wamansukhih no.220, Al-Ha kim dalam kitab
Al-Arba'in sebagaimana dalam Nashbur Royah 2/132, Al-Baihaqy 2/201 dan
dalam Ash-Shugro 1/273, Al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah 3/123-124
no.639, Ad-Daruquthny dalam Sunannya 2/39, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtaroh
6/129-130 no.2127, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.689-690 dan dalam
Al-'Ilal Al-Mutanahiyah no.753 dan Al-Khatib Al-Baghdady dalam Mudhih
Auwan Al Jama' wat Tafr iq 2/255 dan dalam kitab Al-Qunut sebagaimana
dalam At-Tahqiq 1/463.
Semuanya dari jalan Abu Ja'far Ar-Rozy dari Ar-Robi' bin Anas dari Anas bin Malik.
Hadits ini dishohihkan oleh Muhammad bin 'Ali Al-Balkhy dan Al-Hakim
sebagaimana dalam Khulashotul Badrul Munir 1/127 dan disetujui pula oleh
Imam Al-Baihaqy. Namun Imam Ibnu Turkumany dalam Al-Jauhar An-Naqy
berkata : "Bagaimana bisa sanadnya menjadi shohih sedang rowi yang
meriwayatkannya dari Ar-Rob i' bin Anas adalah Abu Ja'far 'Isa bin Mahan
Ar-Rozy mutakallamun fihi (dikritik)". Berkata Ibnu Hambal dan
An-Nasa`i : "Laysa bil qowy (bukan orang yang kuat)". Berkata Abu Zur'ah
: " Yahimu katsiran (Banyak salahnya)". Berkata Al-Fallas : "Sayyi`ul
hifzh (Jelek hafalannya)". Dan berkata Ibnu Hibban : "Dia bercerita dari
rowi-rowi yang masyhur hal-hal yang mungkar"."
Dan Ibnul Qoyyim dalam Zadul Ma'ad jilid I hal.276 setelah menukil suatu
keterangan dari gurunya Ibnu Taimiyah tentang salah satu bentuk hadits
mungkar yang diriwayatkan oleh Abu Ja'far Ar-Rozy, beliau berkata : "Dan
yang dimaksudkan bahwa Abu Ja'far Ar-R ozy adalah orang yang memiliki
hadits-hadits yang mungkar, sama sekali tidak dipakai berhujjah oleh
seorang pun dari para ahli hadits periwayatan haditsnya yang ia
bersendirian dengannya".
Dan bagi siapa yang membaca keterangan para ulama tentang Abu Ja'far
Ar-R ozy ini, ia akan melihat bahwa kritikan terhadap Abu Ja'far ini
adalah Jarh mufassar (Kritikan yang jelas menerangkan sebab lemahnya
seorang rawi). Maka apa yang disimpulkan oleh Ibnu Hajar dalam
Taqrib-Tahdzib sudah sangat tepat. Beliau berkata : "Shoduqun sayi`ul
hifzh khususon 'anil Mughiroh (Jujur tapi jelek hafalannya, terlebih
lagi riwayatnya dari Mughirah).
Maka Abu Ja'far ini lemah haditsnya dan hadits qunut subuh yang ia
riwayatkan ini adalah hadits yang lemah bahkan hadits yang mungkar.
Dihukuminya hadits ini sebagai hadits yang mungkar karena 2 sebab :
Satu : Makna yang ditunjukkan oleh hadits ini bertentangan dengan hadits
shohih yang menunjukkan bahwa Nabi shollallahu 'alaihi wa alihi wa
sallam tidak melakukan qunut kecuali qunut nazilah, sebagaimana dalam
hadits Anas bin Malik :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ لاَ يَقْنُتُ إِلاَّ إِذَا دَعَا لِقَوْمٍ أَوْ عَلَى قَوْمٍ
"Sesungguhnya Nabi shollallahu 'alaihi wa a lihi wa sallam tidak
melakukan qunut kecuali bila beliau berdo'a untuk (kebaikan) suatu kaum
atau berdo'a (kejelekan atas suatu kaum)" . Dikeluarkan oleh Ibnu
Khuzaimah 1/314 no. 620 dan dan Ibnul Jauzi dalam At-Tahqiq 1/460 dan
dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 639.
Kedua : Adanya perbedaan lafazh dalam riwayat Abu Ja'far Ar-Rozy ini
sehingga menyebabkan adanya perbedaan dalam memetik hukum dari perbedaan
lafazh tersebut dan menunjukkan lemahnya dan tidak tetapnya ia dalam
periwayatan. Kadang ia meriwayatkan dengan lafazh yang disebut di atas
dan kadang meriwayatkan dengan lafazh :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ فٍي الْفَجْرِ
"Sesungguhnya Nabi shollahu 'alahi wa alihi wa sallam qunut pada shalat Subuh".
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/104
no.7003 (cet. Darut Taj) dan disebutkan pula oleh imam Al Maqdasy dalam
Al Mukhtarah 6/129.
emudian sebagian para 'ulama syafi'iyah menyebutkan bahwa hadits ini
mempunyai beberapa jalan-jalan lain yang menguatkannya, maka mari kita
melihat jalan-jalan tersebut :
Jalan Pertama : Dari jalan Al-Hasan Al-Bashry dari Anas bin Malik, beliau berkata :
قَنَتَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَأَبُوْ
بَكْرٍ وَعُمْرَ وَعُثْمَانَ وَأَحْسِبُهُ وَرَابِعٌ حَتَّى فَارَقْتُهُمْ
"Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa alihi wa Sallam, Abu Bakar, 'Umar dan
'Utsman, dan saya (rawi) menyangka "dan keempat" sampai saya berpisah
denga mereka".
Hadits ini diriwayatkan dari Al Hasan oleh dua orang rawi :
Pertama : 'Amru bin 'Ubaid. Dikeluarkan oleh Ath-Thohawy dalam Syarah
Ma'ani Al Atsar 1/243, Ad-Daraquthny 2/40, Al Baihaqy 2/202, Al Khatib
dalam Al Qunut dan dari jalannya Ibnul Jauzy meriwayatkannya dalam
At-Tahqiq no.693 dan Adz-Dzahaby dalam Tadzkiroh Al Huffazh 2/494. Dan
'Amru bin 'Ubaid ini adalah gembong kelompok sesat Mu'tazilah dan dalam
periwayatan hadits ia dianggap sebagai rawi yang matrukul hadits
(ditinggalkan haditsnya).
Kedua : Isma'il bin Muslim Al Makky, dikeluarkan oleh Ad-Da raquthny dan
Al Baihaqy. Dan Isma'il ini dianggap matrukul hadits oleh banyak orang
imam. Baca : Tahdzibut Tahdzib.
Catatan :
Berkata Al Hasan bin Sufyan dalam Musnadnya : Menceritakan kepada kami
Ja'far bin Mihr on, (ia berkata) menceritakan kepada kami 'Abdul Warits
bin Sa'id, (ia berkata) menceritakan kepada kami Auf dari Al Hasan dari
Anas beliau berkata :
صَلَّيْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ
فَلَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقْتُهُ
"Saya sholat bersama Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa alihi wa Sallam
maka beliau terus-menerus qunut pada sholat Subuh sampai saya berpisah
dengan beliau".
Riwayat ini merupakan kekeliruan dari Ja'far bin Mihron sebagaimana yang
dikatakan oleh imam Adz-Dzahaby dalam Mizanul I'tidal 1/418. Karena
'Abdul Warits tidak meriwayatkan dari Auf tapi dari 'Amru bin 'Ubeid
sebagaiman dalam riwayat Abu 'Umar Al Haudhy dan Abu Ma'mar – dan beliau
ini adalah orang yang paling kuat riwayatnya dari 'Abdul Warits-.
Jalan kedua : Dari jalan Khalid bin Da'laj dari Qotadah dari Anas bin M alik :
صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَخَلْفَ عُمَرَ فَقَنَتَ وَخَلْفَ عُثْمَانَ فَقَنَتَ
"Saya sholat di belakang Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa
sallam lalu beliau qunut, dan dibelakang 'umar lalu beliau qunut dan di
belakang 'Utsman lalu beliau qunut".
Dikeluarkan oleh Al Baihaqy 2/202 dan Ibnu Syahin dalam Nasikhul Hadi ts
wa Mansukhih no.219. Hadits di atas disebutkan oleh Al Baihaqy sebagai
pendukung untuk hadits Abu Ja'far Ar-Rozy tapi Ibnu Turkumany dalam Al
Jauhar An Naqy menyalahkan hal tersebut, beliau berkata : "Butuh dilihat
keadaan Khalid apakah bisa dipakai sebagai syahid (pendukung) atau
tidak, karena Ibnu Hambal, Ibnu Ma'in dan Ad-Daruquthny melemahkannya
dan Ibnu Ma' in berkata di (kesempatan lain) : laisa bi syay`in (tidak
dianggap) dan An-Nasa`i berkata : laisa bi tsiqoh (bukan tsiqoh). Dan
tidak seorangpun dari pengarang Kutubus Sittah yang mengeluarkan
haditsnya. Dan dalam Al-Mizan, Ad Daraquthny mengkategorikannya dalam
rowi-rowi yang matruk.
Kemudian yang aneh, di dalam hadits Anas yang lalu, perkataannya
"Terus-menerus beliau qunut pada sholat Subuh hingga beliau meninggalkan
dunia", itu tidak terdapat dalam hadits Khal id. Yang ada hanyalah
"beliau (nabi) 'alaihis Salam qunut", dan ini adalah perkara yang ma'ruf
(dikenal). Dan yang aneh hanyalah terus-menerus melakukannya sampai
meninggal dunia. Maka di atas anggapan dia cocok sebagai pendukung,
bagaimana haditsnya bisa dijadikan sebagai syahid (pendukung)".
Jalan ketiga : Dari jalan Ahmad bin Muhammad dari Dinar bin 'Abdillah dari Anas bin Malik :
مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْصُبْحِ حَتَّى مَاتَ
"Terus-menerus Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa a lihi wa Sallam qunut pada sholat Subuh sampai beliau meninggal".
Dikeluarkan oleh Al Khatib dalam Al Qunut dan dari jalannya, Ibnul Jauzy dalam At-Tahq iq no. 695.
Ahmad bin Muhammad yang diberi gelar dengan nama Ghulam Khalil adalah
salah seorang pemalsu hadits yang terkenal. Dan Dinar bin 'Abdillah,
kata Ibnu 'Ady : "Mungkarul hadits (Mungkar haditsnya)". Dan berkata
Ibnu Hibba n : "Ia meriwayatkan dari Anas bin Malik perkara-perkara
palsu, tidak halal dia disebut di dalam kitab kecuali untuk mencelanya".
Kesimpulan pendapat pertama:
Jelaslah dari uraian diatas bahwa seluruh dalil-dalil yang dipakai oleh
pendapat pertama adalah hadits yang lemah dan tidak bisa dikuatkan.
Kemudian anggaplah dalil mereka itu shohih bisa dipakai berhujjah, juga
tidak bisa dijadikan dalil akan disunnahkannya qunut subuh secara
terus-menerus, sebab qunut itu secara bahasa mempunyai banyak
pengertian. Ada lebih dari 10 makna sebagaimana yang dinukil oleh
Al-Hafidh Ibnu Hajar dari Al-Iraqi dan Ibnul Arabi.
1) Doa
2) Khusyu'
3) Ibadah
4) Taat
5) Menjalankan ketaatan.
6) Penetapan ibadah kepada Allah
7) Diam
8) Shalat
9) Berdiri
10) Lamanya berdiri
11) Terus menerus dalam ketaatan
Dan ada makna-makna yang lain yang dapat dilihat dalam Tafsir
Al-Qurthubi 2/1022, Mufradat Al-Qur'an karya Al-Ashbahany hal. 428 dan
lain-lain.
Maka jelaslah lemahnya dalil orang yang menganggap qunut subuh terus-menerus itu sunnah.
Dalil Pendapat Kedua
Mereka berdalilkan dengan hadits Abu Hurairah riwayat Bukhary-Muslim :
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ
حِيْنَ يَفْرَغُ مِنْ صَلاَةِ الفَجْرِ مِنَ الْقِرَاءَةِ وَيُكَبِّرُ
وَيَرْفَعُ رَأْسَهُ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ
الْحَمْدُ ثُمَّ يَقُوْلُ وَهُوَ قَائِمٌ اَللَّهُمَّ أَنْجِ اَلْوَلِيْدَ
بْنَ الْوَلِيْدِ وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِيْ
رَبِيْعَةَ وَالْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الْمُُؤْمِنِيْنَ اَللَّهُمَّ
اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ وَاجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ كَسِنِيْ
يُوْسُفَ اَللَّهُمَّ الْعَنْ لِحْيَانَ وَرِعْلاً وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ
عَصَتِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ ثُمَّ بَلَغَنَا أَنَهُ تَرَكَ ذَلِكَ لَمَّا
أَنْزَلَ : (( لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوْبَ عَلَيْهِمْ
أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُوْنَ ))
"Adalah Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam ketika selesai
membaca (surat dari rakaat kedua) di shalat Fajr dan kemudian bertakbir
dan mengangkat kepalanya (I'tidal) berkata : "Sami'allahu liman hamidah
rabbana walakal hamdu, lalu beliau berdoa dalaam keadaan berdiri. "Ya
Allah selamatkanlah Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam, 'Ayyasy
bin Abi Rabi'ah dan orang-orang yang lemah dari kaum mu`minin. Ya Allah
keraskanlah pijakan-Mu (adzab-Mu) atas kabilah Mudhar dan jadianlah atas
mereka tahun-tahun (kelaparan) seperti tahun-tahun (kelaparan yang
pernah terjadi pada masa) Nabi Yusuf. Wahai Allah, laknatlah kabilah
Lihyan, Ri'lu, Dzakw an dan 'Ashiyah yang bermaksiat kepada Allah dan
Rasul-Nya. Kemudian sampai kepada kami bahwa beliau meningalkannya
tatkala telah turun ayat : "Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam
urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab
mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim".
(HSR.Bukhary-Muslim)
Berdalilkan dengan hadits ini menganggap mansukh-nya qunut adalah pendalilan yang lemah karena dua hal :
Pertama : ayat tersebut tidaklah menunjukkan mansukh-nya qunut
sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Qurthuby dalam tafsirnya, sebab
ayat tersebut hanyalah menunjukkan peringatan dari Allah bahwa segala
perkara itu kembali kepada-Nya. Dialah yang menentukannya dan hanya
Dialah yang mengetahui perkara yang ghoib.
Kedua : Diriwayatkan oleh Bukhary – Muslim dari Abu Hurairah, beliau berkata :
وَاللهِ لَأَقْرَبَنَّ بِكُمْ صَلاَةَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ يَقْنُتُ فِي
الظُّهْرِ وَالْعِشَاءِ الْآخِرَةِ وَصَلاَةِ الْصُبْحِ وَيَدْعُوْ
لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَيَلْعَنُ الْكُفَّارَ.
Dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu beliau berkata : "Demi Allah,
sungguh saya akan mendekatkan untuk kalian cara shalat Rasulullah
shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam. Maka Abu Hurairah melakukan
qunut pada shalat Dhuhur, Isya' dan Shubuh. Beliau mendoakan kebaikan
untuk kaum mukminin dan memintakan laknat untuk orang-orang kafir".
Ini menunjukkan bahwa qunut nazilah belum mansu kh. Andaikata qunut
nazilah telah mansukh tentunya Abu Hurairah tidak akan mencontohkan cara
sholat Nabi shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dengan qunut nazilah
.
Dalil Pendapat Ketiga
Satu : Hadits Sa'ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja'i
قُلْتُ لأَبِيْ : "يَا أَبَتِ إِنَّكَ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُوْلُ الله صلى
الله عليه وآله وسلم وَأَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيَ رَضِيَ
الله عَنْهُمْ هَهُنَا وَبِالْكُوْفَةِ خَمْسَ سِنِيْنَ فَكَانُوْا
بَقْنُتُوْنَ فيِ الفَجْرِ" فَقَالَ : "أَيْ بَنِيْ مُحْدَثٌ".
"Saya bertanya kepada ayahku : "Wahai ayahku, engkau sholat di belakang
Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dan di belakang Abu
Bakar, 'Umar, 'Utsman dan 'Ali radhiyallahu 'anhum di sini dan di Kufah
selama 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut pada sholat subuh ?". Maka
dia menjawab : "Wahai anakku hal tersebut (qunut subuh) adalah perkara
baru (bid'ah)". Dikeluarkan oleh Tirmidzy no. 402, An-Nasa`i no.1080 dan
dalam Al-Kubro no.667, Ibnu Majah no.1242, Ahmad 3/472 dan 6/394,
Ath-Thoy alisy no.1328, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/101
no.6961, Ath-Thohawy 1/249, Ath-Thobarany 8/no.8177-8179, Ibnu Hibban
sebagaimana dalam Al-Ihs an no.1989, Baihaqy 2/213, Al-Maqdasy dalam
Al-Mukhtarah 8/97-98, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.677-678 dan
Al-Mizzy dalam Tahdzibul Kam al dan dishohihkan oleh syeikh Al-Albany
dalam Irwa`ul Gholil no.435 dan syeikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad
mimma laisa fi Ash-Shoh ihain.
Dua : Hadits Ibnu 'Umar
عَنْ أَبِيْ مِجْلَزِ قَالَ : "صَلَّيْتُ مَعَ اِبْنِ عُمَرَ صَلاَةَ
الصُّبْحِ فَلَمْ يَقْنُتْ". فَقُلْتُ : "آلكِبَرُ يَمْنَعُكَ", قَالَ :
"مَا أَحْفَظُهُ عَنْ أَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِيْ".
" Dari Abu Mijlaz beliau berkata : saya sholat bersama Ibnu 'Umar sholat
shubuh lalu beliau tidak qunut. Maka saya berkata : apakah lanjut usia
yang menahanmu (tidak melakukannya). Beliau berkata : saya tidak
menghafal hal tersebut dari para shahabatku". Dikeluarkan oleh
Ath-Thohawy 1246, Al-Baihaqy 2213 dan Ath-Thabarany sebagaimana dalam
Majma' Az-Zawa'id 2137 dan Al-Haitsamy berkata :"rawi-rawinya tsiqoh".
Ketiga : tidak ada dalil yang shohih menunjukkan disyari'atkannya mengkhususkan qunut pada sholat shubuh secara terus-menerus.
Keempat : qunut shubuh secara terus-menerus tidak dikenal dikalangan
para shahabat sebagaimana dikatakan oleh Ibnu 'Umar diatas, bahkan
syaikul islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Al-Fatawa berkata : "dan
demikian pula selain Ibnu 'Umar dari para shahabat, mereka menghitung
hal tersebut dari perkara-perkara baru yang bid'ah".
Kelima : nukilan-nukilan orang-orang yang berpendapat disyari'atkannya
qunut shubuh dari beberapa orang shahabat bahwa mereka melakukan qunut,
nukilan-nukilan tersebut terbagi dua :
1) Ada yang shohih tapi tidak ada pendalilan dari nukilan-nukilan tersebut.
2) Sangat jelas menunjukkan mereka melakukan qunut shubuh tapi nukilan tersebut adalah lemah tidak bisa dipakai berhujjah.
Keenam: setelah mengetahui apa yang disebutkan diatas maka sangatlah
mustahil mengatakan bahwa disyari'atkannya qunut shubuh secara
terus-menerus dengan membaca do'a qunut "Allahummahdinaa fi man
hadait…….sampai akhir do'a kemudian diaminkan oleh para ma'mum, andaikan
hal tersebut dilakukan secara terus menerus tentunya akan dinukil oleh
para shahabat dengan nukilan yang pasti dan sangat banyak sebagaimana
halnya masalah sholat karena ini adalah ibadah yang kalau dilakukan
secara terus menerus maka akan dinukil oleh banyak para shahabat. Tapi
kenyataannya hanya dinukil dalam hadits yang lemah.
Demikian keterangan Imam Ibnul qoyyim Al-Jauziyah dalam Z adul Ma'ad.
Silahkan lihat permasalahan ini dalam Tafsir Al Qurthuby 4/200-201, Al
Mughny 2/575-576, Al-Inshof 2/173, Syarh Ma'any Al-Atsar 1/241-254,
Al-Ifshoh 1/323, Al-Majmu' 3/483-485, Hasyiyah Ar-Raud Al Murbi' :
2/197-198, Nailul Author 2/155-158 (Cet. Darul Kalim Ath Thoyyib), Majm
u' Al Fatawa 22/104-111 dan Zadul Ma'ad 1/271-285.
“Maka jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Ar Rasul (As Sunnah), jika
kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Yang demikian
itu lebih utama bagi kalian dan lebih baik akibatnya.” (An Nisaa’: 59)
Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.
Minggu, 27 Oktober 2013
- In: hukum qunut, qunut, qunut nazilah, qunut subuh, qunut witir
- Posted By: Unknown
- Comments: No comments
0 komentar:
Posting Komentar